Journey to the Center of My Life - Part 1

Enjoy my life


Semenjak pandemi beberapa tahun lalu. Ada kebiasaan yang akhirnya menghilang. Yaitu kebiasaan jalan kaki pagi hari di mini GOR Mustika Jaya. Alasannya ya karena alasan pribadi ya, takut dengan kondisi yang saat itu meresahkan.

Sayangnya, selama di rumah aja, keinginan untuk tetap olahraga justru memudar. Dengan banyak alasan mulai dari enggak nyaman karena biasa olahraga di luar ruangan, melihat langit biru hingga merasakan udara yang bebas di lapangan mini GOR. Alasan yang sebenarnya terlalu klasik ya. Jadi terlihat seperti pembenaran yang enggak benar.

Pada akhirnya, memang jadi menggeser dan kebiasaan olahraga perlahan menghilang dari rutinitas harian. Itulah dia, terlalu banyak alasan akhirnya enggak bisa fleksibel. Berakhir justru jadi kebiasaan gegoleran alias rebahan yang semakin terasah.

Hingga kemudian, suatu hari aku merasa ada banyak keluhan yang aku rasakan. Semua bermula dari pikiran yang kalut hingga merambah ke kondisi tubuh yang menjadi tidak fit.


Kesehatan Bisa Terganggu Karena Pikiran dan Hati Yang Kurang Sehat

Berawal dari 27 Juli 2021, ketika Ibu meninggal dunia di usianya yang baru menginjak 50 tahun. Beliau gugur setelah berjuang menghadapi covid omicron yang saat itu sedang meningkat tajam.

Setelah Ibu pergi, ada banyak hal yang aku alami. Tentunya karena ketidaksiapan aku menerima takdirNya. Dan berimbas pada tubuhku yang sakit-sakitan, jiwaku yang melonglong meminta tolong hingga hatiku yang seolah terombang-ambing.

Kondisi tidak menentu ini membuatku kesulitan beraktivitas setiap hari. Padahal saat itu aku harus mengurus Bapak yang akhirnya mau kuminta tinggal di rumahku. Tentu agar bapak tidak merasakan kesedihan yang berlebihan. 

Dengan kondisi yang buatku masih hancur. Belum bisa menjejak kembali ke bumi. Tapi, hidup harus berjalan. Aku memaksa diriku untuk terus melaju. Tak kusadari diriku banyak terluka. Tak kusadari ternyata ini membuatku akhirnya banyak tidak berfungsi sebagai manusia.

Hingga kemudian tanggal 21 Maret 2022, bapak meninggal dunia. Duniaku semakin hancur dan hancur sehancur-hancurnya. Aku merasakan ada banyak hal yang berbeda dalam hidupku. 

Aku kesulitan tidur di malam hari. Sebab, Ibu meninggal pukul 2 dini hari. Dan bapak meninggal pukul 3 dini hari. Karena itu, malam menjadi momok yang tanpa kusadari menakutkan buatku. Aku sering merasa gelisah dan resah saat malam tiba. Apalagi ketika tetangga-tetanggaku mulai istirahat. Tidak ada suara sama sekali, hal ini membuatku takut.

Bukan sejenis ketakutan seperti takut hantu. Bukan. Tapi, rasa takut yang membuatku resah, gelisah, bingung. Biasanya saat siang aku nyaman saja membuka aplikasi tiktok untuk menghiburku. Namun, saat menjelang malam, tidak ada video, musik atau apapun yang bisa menenangkanku. Tidak ada.

Keresahan ini semakin mengganggu karena setelah mengalami insomnia, aku juga tak bisa berfungsi dengan baik dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan freelance. 

Ada satu waktu, anehnya, aku menolak bekerja. Aku merasa tidak enak badan padahal aku baik-baik saja. Yang aku kerjakan hanya tidur saja sepanjang waktu. Padahal aku membutuhkan uang, tapi saat itu, aku seperti tak membutuhkannya.

Kehilangan semangat setiap hari, namun aku masih menantikan pagi hari. Saat aku masih bisa melihat langit biru. Itulah alasan masih tetap berjuang untuk menjalani hidup. Sebab, waktu itu aku tak tahu ingin apa, tak tahu mau apa, yang ada hanya kosong rasanya.

Kondisi ini diperparah dengan keinginanku yang membutuhkan tenaga ahli, tapi saat aku sudah booking untuk konsultasi. Aku tidak hadir. Aneh. Sungguh aku tidak bisa menjelaskannya kenapa pada saat itu. Aku bahkan mencoba kembali untuk melakukan konsultasi secara online, itupun hanya berakhir dengan mangkir lagi.

Aku tidak tahu alasan apa yang membuatku melakukan itu. Saat itu, yang aku rasakan adalah aku tak memiliki tenaga untuk bertemu dengan manusia dari jenis apapun. Manusia seperti apa saja membuatku kelelahan.

Sampai, ketika adikku hendak bertamu ke rumah. Aku tolak dengan seribu alasan. Aku hanya menangis dan bingung dengan diriku sendiri. Aku membutuhkan pertolongan tapi aku tak mampu untuk mendorong diriku mendapatkan pertolongan tersebut.

Hingga pada satu ketika aku melakukan sesuatu yang membuatku meringis.


Memaksakan Diri Bukan Menyakiti Diri

Tidak. Aku tidak menyakiti diriku dengan menyayat atau apapun. Tidak. Tapi, saat itu aku memaksakan diriku untuk ikut live di tiktok bersama seorang psikolog. Aku mencurahkan diriku dengan ketikan panjang, tak kupedulikan akankah dibaca atau tidak.

Beruntungnya, saat itu, beliau hanya menjawab agar aku melakukan sesuatu. Yaitu, memaksakan diriku untuk berada di bawah terik matahari. Memilih waktu yang baik agar tidak berlebihan terkena sinar UV. Tapi, aku memilih waktu tengah hari saat tidak ada orang satupun yang keluar rumah. 

Aku berdiri di bawah terik matahari selama kurang dari satu jam. Aku tidak melakukan apapun, hanya berdiri saja di bawah terik matahari. Tidak berbicara, tidak fokus menatap apa. Saat itu, seolah pikiranku ramai tapi sepi. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana, yang pasti aku tidak tahu sedang memikirkan apa.

Selama berada di bawah terik matahari, aku tidak mengenakan alas kaki sama sekali. Karena, aku bisa keluar dari rumah saja sudah sesuatu yang bagus. Aku menyeret diriku seperti sedang menyelamatkan korban bencana. Dengan perjuangan dan sedikit paksaan.

Setelah memaksakan diri berjemur, aku memang tidak merasakan apapun. Sepertinya saat itu masih sama. Tidak ada yang berubah. Tapi, tak kusadari, aku justru melakukan lagi di hari berikutnya. Masih tetap memaksakan diri keluar dan berdiri di bawah terik matahari.

Dan terus berulang aku lakukan hingga tak kusadari suatu hari aku tersenyum dan aku menyadari senyumku. Yaitu saat aku melihat segumpal awan yang putih sambil membayangkan ada seseorang manusia yang melintas di langit tapi tak terlihat olehku. Manusia yang mungkin melambai padaku dan senang karena aku berdiri di bawahnya.

Bayangan yang sedikit random itu membuatku tersenyum. Dan aku sedikit terkejut karena rasanya otot pipiku sudah terlalu lama beristirahat hingga lupa aku kapan terakhir aku tersenyum. Hari itu juga adalah hari dimana aku mulai merasakan kembali nikmatnya menarik napas dalam dan panjang.


Berjuang Kembali Mencari Tempat Terbaik

Setelah entah berapa lama aku rutin berdiri tanpa melakukan aktivitas di bawah terik matahari. Aku mulai melakukannya secara sadar namun aku memilih pagi hari saat matahari belum terlalu tinggi.

Aku juga mulai mencari tempat konsultasi dengan tenaga ahli secara online. Dan mulai hadir tepat waktu, tak lagi mangkir seperti sebelumnya. Tak banyak yang bisa aku jelaskan mengenai proses konsultasi tersebut sebab ini terlalu emosional buatku.

Namun, aku mulai sedikit demi sedikit mencari jalan untuk kembali ke rutinitas harian. Mencoba mencocokkan lagi diriku dengan melihat celah untuk membangun kebiasaan baik yang baru. Dari hal paling sederhana. Sangat sederhana.

Dan hal sederhana tersebut membuatku justru mulai bisa merasakan kehidupan yang kini terasa lebih berbeda. Berbeda karena aku merasa ada rasa baru yang aku jelajahi dan aku mulai menerimanya. 

Hal sederhana seperti apa saja? Mungkin nanti akan kuceritakan lagi. Untuk saat ini, kucukupkan sampai di sini dulu. 


Postingan Terkait